Search This Blog

Sunday, November 15, 2015

Satu Waktu Ketika Hatimu Pergi (Season 5)

Via google.co.id

Ranti
Saat itu awan putih masih menyelimuti langit. Mentari malu-malu menampakkan sinarnya yang mulai redup, begitu bersahabat tak menunjukkan jilatan apinya seperti yang biasa dilakukan pada siang hari. Saat itu seorang gadis sedang duduk gelisah di bangku taman. Ia sedang menunggu seseorang.
Gadis cantik  bernama Ranti itu tampak gusar. Keningnya beberapa kali berkerut seperti sedang memikirkan sesuatu. Sesekali ia beranjak dari duduknya. Berjalan mondar-mandir di depan bangku itu dengan langkah perlahan lalu duduk kembali menghempaskan tubuhnya ke bangku,tanpa sadar sepasang burung di dahan pohon memperhatikannya.
Ranti membuang napas perlahan kemudian menarik napasnya dalam-dalam. Menghirup udara sore di taman asri itu dan memasukkannya ke dalam paru-paru. Ia menyibakkan rambut panjangnya ke belakang lalu mengatupkan tangan di wajahnya. Pikirannya begitu penat. Hatinya telah lelah dengan semua sandiwara ini. Ia tidak bisa selamanya membohongi dirinya sendiri.
Ranti berusaha menenangkan dirinya. Ia menata napasnya menjadi lebih teratur. Sesekali ia menarik napas panjang dan membuangnya lalu mengulangi hal itu sampai beberapa kali supaya batinnya bisa lebih santai. Ia melirik jam tangan yang terpasang di lengan kanannya. Waktu menunjukkan pukul 03.45 WIB. Kurang 15 menit dari perjanjian mereka bertemu.
Menunggu memang pekerjaan membosankan. Waktu seolah bermalas-malas untuk bergerak. Jarum kecil penunjuk detik itu seakan mempermainkan Ranti dengan tidak berpacu cepat seperti biasa. Ia belum lama berada di taman itu. Tapi rasanya telah berabad-abad ia duduk di situ. Ia menggeser posisi duduknya kembali. Sejak tadi ia merasa tak nyaman. Sesekali ia berdiri lalu duduk kembali dan begitu seterusnya. Pandangannya jauh menatap ke depan. Menembus keramaian pengunjung lain. Mencari-cari sosok yang tengah di tunggunya.
Ranti memang sedang menunggu seseorang. Ranto. Kekasihnya. Pria dengan senyum khas yang dulu membuat Ranti tergila-gila. Dulu ia begitu memuja pria itu. Sekarang entah kemana perasaan itu. Tujuh tahun bukan waktu yang singkat untuk menjaga cinta dan tanpa Ranti sadari cinta itu hilang meninggalkannya. Mungkin ia lengah saat itu, tapi kini Ranti tidak peduli cinta itu hilang. Biarlah kalau cinta itu memang hilang. Ia tidak ingin mempertahankan apa pun.
Dulu menunggu Ranto membuat jantungnya berdebar. Perasaannya bahagia diliputi oleh bunga-bunga cinta. Waktu juga terasa berhenti. Terasa lama sekali menunggu seorang kekasih tiba. Tapi kini berbeda. Waktu melambat karena alasan berbeda. Jantungnya berdebar-debar juga karena alasan yang berbeda. Kini tak ada lagi perasaan bahagia.
Perasaannya selalu kosong. Hampa. Bahkan saat Ranto berada di sampingnya berjalan bersisian sambil menggandengnya mesra. Ia tidak merasakan apa yang dulu ia rasa. Perasaan bahagia itu menghilang. Cintanya telah hilang. Menguap begitu saja bahkan tak ada sisa cinta di hatinya.
Setiap mereka berjalan bersama selalu ada orang-orang yang melirik. Terutama perempuan-perempuan seumurannya yang menatap iri. Mereka selalu menjadi pusat perhatian. Mungkin karena terlihat sebagai pasangan serasi. Ranto yang menggandeng tangannya adalah pria berbadan tinggi tegap dengan senyum yang akan membuat setiap perempuan terpesona saat melihatnya. Kekasihnya itu adalah idola gadis-gadis semasa SMA. Dia adalah putri beruntung yang mendapatkan pangeran. Begitu kata teman-temannya dulu.

Dulu ia memang merasa paling beruntung. Tapi sekarang ia malah bertanya pada dirinya sendiri. Beruntung itu yang seperti apa? apakah mendapatkan Ranto adalah sebuah keberuntungan yang terjadi dalam hidupnya? tapi kenapa tidak ada perasaan bahagia? kenapa cinta tidak bisa menetap selamanya di hatinya?

No comments:

Post a Comment