Search This Blog

Tuesday, August 8, 2017

Hati yang Memintaku Menanti

gambar Via pixabay.com


Saat hadirmu hanya sebuah bayang-bayang
Aku memilih tuk tetap memeluk bayang itu
Tak akan pernah kutukarkan cintaku
K & N

Sore itu Nia merasa dirinya terbang ke awan. Sore yang sangat indah di matanya. Tapi lebih indah lagi kalau tidak ada sore. hari ini saja ia berharap tidak ada sore. Nia ingin secepatnya malam datang. Ia akan bertemu dengan orang istimewa malam nanti. Seseorang yang sudah lama mendiami hatinya.
Ia sibuk memilih gaun. Dari tadi tubuhnya berputar-putar di depan kaca. Mematut-matutkan baju ke tubuhnya. Ia merasa tak ada satu pun baju yang cocok. Heran. Bagaimana mungkin ia tidak berselera dengan semua baju yang ada di lemarinya. Semuanya tampak biasa. Ia ingin terlihat beda malam ini. Kelihatan lebih cantik dan anggun.
Tiba-tiba Hp Nia berbunyi. Dari Dian sahabatnya, buru-buru ia angkat. Ia pasti membutuhkan bantuan Dian. Suasana hatinya begitu campur aduk saat ini. Ia meletakkan Hp ke telinga kanannya dengan wajah yang menyungging senyum.
“ Hallo.” Suara Nia antusias. “Dian, Kevin pulang. Malam ini dia ngajak aku dinner.” Langsung saja Nia berbicara ke pokok persoalan. Ia tidak punya waktu untuk berbasa-basi.
“ Oh ya? selamat ya. Wah, ada yang gugup nih.”
“ Banget. Aku bingung mau pakai apa ya?”
“ Pakai bajulah, Non.” Dian tertawa di seberang.
“ Yee, tahulah. Maksud aku baju apa?” Nia merengut sebal. Bibirnya manyun mendengar candaan Dian, meskipun saat ini Dian juga tidak bisa melihat ekspresi wajah Nia.
“ Ya udah deh. Aku bantuin siapin Tuan Putri ya. Aku ke rumah kamu deh.” Katanya bersemangat. “ Hmm, hitung-hitung amal bantuin temen. Padahalkan aku sendiri masih jomblo. Ho ho ho.” Lanjut Dian dengan gaya pura-pura menangis lalu kemudian tertawa.
“ Ha ha ha. Ya udah, cepetan kesini. Jangan lama.” Ancam Nia sebelum menutup teleponnya.
Kehadiran Dian di kamar itu tidak hanya untuk memabntu Nia memilihkan baju, tapi juga hal-hal lainnya. Mereka berbincang-bincang di sela kesibukan itu. Terutama tentang Kevin.
“ Kevin udah lulus kuliah ya?” tanya Dian saat membantu memilih baju-baju dari dalam lemari.
“ Iya.” Jawab Nia senang.
Tatapannya memudar. Ia jadi melamun. Saat-saat tanpa Kevin adalah saat terberat dalam hidupnya. Ia masih teringat jelas. Peristiwa itu seperti rekaman yang tak mampu dihapus. Tak dapat dibuang begitu saja.
Saat ia harus melepaskan Kevin pergi. Saat itu ia tak bisa membendung air matanya. Kevin berulang kali menyeka air mata itu agar tidak jatuh dan bergulir di pipi. Matanya sembap.
Kevin memeluknya erat Sebelum akhirnya pergi menyisakan derik langkah. Menyisakan aroma parfum yang tertempel di baju Nia untuk beberapa saat. Tangis Nia pecah tak terbendung. Dian menepuk pundaknya khawatir, lalu mereka berdua pergi dari tempat itu tanpa sepatah kata pun. Dirinya seperti patung beku. Dian masih tak melepaskan tangannya dari bahu Nia. Sesekali air mata Nia kembali bergulir. Ia tahu matanya pasti memerah, tapi ia tidak peduli. Kevin pergi. Hanya itu yang bisa tertangkap dalam pikirannya.
Hari-hari berikutnya menjadi hari yang terberat bagi Nia. Ia harus menjalani kehidupannya tanpa Kevin. Ia tak terbiasa dengan ketidak hadiran pria itu . Selama ini Kevin selalu di sampingnya. Menemaninya. Membantunya apa saja. Kevin pria yang baik.
Pria itu biasa menghibur hatinya yang sedih. Mengusap air matanya. Setiap kata yang keluar dari mulut Kevin bagaikan telaga yang menyejukkan dan Nia sangat menyukai cara pandang pria itu dalam menghadapi setiap masalah. Mengagumi pola pikirnya yang dewasa. Ia sudah terbiasa dengan Kevin di sampingnya. Semua akan baik-baik saja jika ada pria itu di sebelahnya.
Kevin. Hanya nama itu yang selalu tersemat di hati Nia. Ia tidak bisa melupakan bayangan sosok itu. Pria itu meninggalkan bayang-bayang untuk Nia meski mereka jauh terpisah. Tapi bayangan selalu berkutat pada hari-hari Nia.
“ Hei, kok melamun? Dian menyadarkannya kembali ke dunia nyata. Ia memberikan baju pilihannya pada Nia.
Sesaat Nia kaget lalu tak lama setelah itu menerima baju-baju dari tangan Dian. Ia mematut-matutkan dirinya di cermin. Memilih baju yang paling sesuai untuk malam spesial ini.
“Ada apa? gugup ya?” tanya Dian saat melihat Nia lebih pendiam dari biasanya. Ini tidak seperti Nia yang dikenalnya. Yang cerewet dalam segala hal bahkan bisa lebih cerewet darinya.

“Sedikit.” Jawab Nia jujur. “ Seperti apa wajah Kevin sekarang? apa aku masih akan mengenalinya,dan..apa dia mengenaliku?” matanya menerawang.

Bersambung..

No comments:

Post a Comment