Search This Blog

Tuesday, November 17, 2015

Satu Waktu Ketika Hatimu Pergi (Season 7)

Via google.co.id

Mentari pagi membagikan sinarnya di bumi. Tersenyum menyaksikan manusia-manusia yang mulai beraktifitas. Ranti mengerjap-ngerjapkan matanya yang silau terkena sinar matahari. Terkadang ia menutupnya dengan tangan. Ranti berpikir sejenak. Dahinya sedikit berkerut membentuk guratan kecil. Sejak tadi ia berdiri mendengarkan nasihat guru di depannya yang terus berbicara karena keterlambatan para siswa termasuk dirinya. Tapi ia tidak merasakan silau matahari sebelum ini. Ia lalu refleks menoleh ke sampingnya. Pria di sebelahnya itu sedang menunduk sehingga tingginya hampir sejajar dengan Ranti. Pantas saja.
Kini Ranti berdiri dengan tenang. Pria itu sudah tidak menundukkan kepalanya. Ranti senang karena matanya tidak silau lagi. Ia menoleh sekali lagi pada pria itu. Pria itu tampak tenang. Tidak ada sedikit pun rasa gelisah yang dapat Ranti tangkap. Ia tetap berdiri tegap tak peduli sinar mentari pagi yang menyilaukan. Pria itu juga tidak mengerjap-ngerjapkan mata atau pun meletakkan tangannya di atas dahi untuk melindungi mata.
Mungkin dia sudah terbiasa terlambat. Pikir Ranti dalam hati.
Setelah serangkaian nasihat di berikan, guru itu kemudian memberi hukuman pada siswa berupa membersihkan lingkungan sekolah. Setiap siswa yang terlambat di bagi-bagi dan mendapatkan tugas yang tidak sama. Ia dan pria di sebelahnya diharuskan untuk memunguti daun-daun kering yang jatuh di sekitar aula sekolah yang terletak tak jauh dari tempatnya berdiri.
Ranti dengan sigap memunguti daun-daun di depannya. Ia berjongkok dan tanpa rasa jijik memunguti daun yang telah tergeletak di tanah bersama sisa embun pagi yang membuat daun itu basah. Ia mengumpulkannya terlebih dahulu menjadi satu lalu setengah berlari menuju tong sampah dan membuangnya. Ia punguti daun lainnya dan melakukan hal yang sama. Membuangnya ke tong sampah.
Ranti pikir semakin cepat pekerjaannya selesai, ia akan semakin cepat meninggalkan tempat itu dan masuk ke kelasnya. Ia melirik jam tangannya, sudah hampir masuk jam pelajaran ke-2. Itu artinya dia tidak mengikuti pelajaran pertama. Seketika ada perasaan bersalah yang muncul di hatinya.
Tanpa sadar pandangan Ranti tertuju pada pria yang berada tak jauh darinya. Pria itu tidak membantu banyak. Dengan malas-malasan pria itu membuang daun-daun yang terkumpul ke tong sampah besar. Dari tadi ia hanya berhasil mengumpulkan segenggam daun kering sementara Ranti sudah bolak-balik mengitari aula dan tong sampah bergantian.
Pria itu menghampiri Ranti yang masih mengumpulkan daun-daun. Keningnya sedikit berkerut. Menyaksikan gadis itu tetap memungut daun-daun yang berserakan.
“Ayo, yang lain udah selesai.” Suara pria itu sesaat mengagetkan Ranti.
“Tapi, ini masih banyak.” Ranti kembali panik. Di depannya masih banyak daun-daun berserakan yang belum sempat ia ambil. Dengan tangan bergetar ia punguti daun-daun itu kembali. Ia baru akan berlari menuju tong sampah ketika pria itu menarik lengannya. Ranti kaget. Daun-daun yang di genggamnya dengan kedua tangan kembali jatuh tercecer.

“Hukuman ini hanya simbol. Kamu tidak perlu melakukannya seserius itu. Tugas kita disini belajar. Sudah Ada orang yang akan membersihkan tempat ini.” Lanjut pria itu yang masih memagang tangan Ranti lalu menariknya mendekati gerombolan siswa yang sudah mencangklong tas mereka kembali.

No comments:

Post a Comment